Sesederhana apapun cerita hidup yang kita alami, akan menjadi sebuah cerita menarik bagi orang lain apabila kita pandai mengolah kata saat menceritakannya.

ARP GOES TO PANGALENGAN: CHAPTER 1

Jadi gini, beberapa hari yang lalu, tepatnya pada kamis malam tanggal 30 November 2017, ARP baru saja mengadakan touring lagi. Tujuan kami kali ini adalah ke daerah Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Dan seperti biasa, perajalanan ARP selalu dibumbui drama-drama tak terduga. Pokoknya terlalu indah untuk dilupakan seperti kamu, iya kamu…. *ahelah!
Kamis malam sekira pukul tujuh, kami berkumpul di kantor Harta Kramat yang merupakan basecamp-nya ARP. Ah, tidak ada hal menarik yang perlu saya ceritakan di sini. Skip aja ya….

Sesaat Sebelum Keberangkatan
Lokasi: Kantor Harta Kramat
Sumber Foto: Koleksi Pribadi

Singkat cerita, kami meninggalkan basecamp tepat pukul delapan. Sama seperti touring sebelumnya, rombongan kami dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan motor, sebagiannya lagi menggunakan mobil yang disiapkan khusus buat para perempuan. Bedanya, kali ini ada Pak Dodi yang turut serta dalam perjalanan kami. Beliau membawa mobil berisi perlengkapan sound system untuk memeriahkan acara hiburan di Pangalengan. Luar biasa sekali beliau ini.
Di awal perjalanan, drama pertama pun dimulai. Berawal dari kondisi jalanan yang macet parah, rombongan kami tercerai berai nggak keruan. Tak tahu lagi siapa bersama siapa, mana kawan mana mantan *duh apa sih?* ya begitulah pokoknya. Kami berusaha mengendalikan situasi dengan terus berkomunikasi melalui Handie Talkie (HT), tapi kondisi jalanan saat itu benar-benar membuat kami tak berdaya. Hingga sampai di daerah Pondok Kopi, kami baru menyadari bahwa ada dua orang yang ketinggalan jauh di belakang. Mereka adalah Bento dan Bagus. Konon katanya mereka salah ambil jalan alias nyasar. *wattdeziigh!
Begini, Gaes… kalau yang nyasar itu orang lain ya masih bisa dimaklumi. Tapi kalau Bento sama Bagus yang sering keluyuran nganter polis dan survey klaim, peta kota Jakarta sudah nempel di jidat mereka. Artinya, mereka itu tahu betul jalanan Jakarta, tapi baru sebentar meninggalkan kantor Harta mereka sudah nyasar. Bukankah ini lucu? Ckckck…. Akhirnya kami menunggu di dekat stasiun Pondok Kopi sekitar setengah jam karena saat itu Beni dan Bento masih berada di daerah Otista. Jauh banget, Gaes!
Oia, kali ini kami tidak langsung menuju Pangalengan, rencananya kami akan menjemput rombongan ARP dari Harta Cabang Karawang, yaitu Kang Gun-Gun dkk. Target awalnya kami seharusnya kami sampai di Karawang sekitar pukul sebelas. Namun lagi-lagi, perjalanan kami terhalang dengan adanya drama kedua.
Di tengah perjalanan menuju Karawang, kami kembali terjebak macet yang lebih parah dari sebelumnya. Kondisi tersebut membuat beberapa anggota kami kelelahan. Atas komando dari Agung, kami memutuskan istirahat sejenak di sebuah tempat dekat Alfamart untuk sekadar minum kopi dan merokok. Kurang lebih setengah jam kami beristirahat. Saat hendak melanjutkan perjalanan, lagi-lagi kami menyadari ada satu anggota yang ketinggalan. Ferry, salah satu Legend ARP, mengilang dari rombongan. Beruntung Ferry membawa HT jadi masih bisa berkomunikasi dengan kami. Tapi masalahnya tidak sampai di sini. Jarak yang terlalu jauh membuat sinyal HT sedikit terganggu, komunikasi kami pun tidak terlalu lancar sehingga menyebabkan kesalahpahaman. Kami yang mengira Ferry tertinggal di belakang menutuskan menunda keberangkatan untuk menunggu Ferry. Namun,setelah sekian lama menunggu Ferry tak kunjung datang. Kami sempat cemas saat itu. Tidak lama kemudian kami mendapat kabar bahwa Ferry sudah jauh mendahului kami. Dia sudah hampir sampai di Karawang. Konon katanya, Ferry tidak melihat rombongan ARP menepi untuk istirahat, jadi dia lempeng aja gitu kayak Badak kebelet boker….  *lalu ngebayangin Ferry berubah jadi Badak*
Dari sini saya merasa bahwa rencana kami sudah mulai berantakan. Mengingat saat itu jarum jam sudah menunjuk angka dua belas, di mana seharusnya kami sudah sampai di Karawang. Tapi nyatanya, kami baru setengah perjalanan. Tidak ada pilihan lain selain memaksa masuk. Perlahan tapi pasti, kami pun berhasil merangksek menembus kemacetan. Selanjutnya, kami seperti kesetanan. Tancap gas semaunya seperti jagoan MotoGP, tanpa liat kanan kiri, depan dan belakang. Lalu, drama ketiga pun terjadi.
Saking asiknya menikamti perjalanan yang mulai kosong, kami berlaga bak setan jalanan. Meliuk-liuk ke sana kemari, membunyikan klakson semaunya agar tidak ada kendaraan yang mengahalangi jalan kami. Semakin lama, semakin mendekati Karawang, kerusuhan itu perlahan menghilang. Suasani mendadak  sunyi, di depan kami terlihat sepi, pun di bagian belakang. Hanya ada empat motor. Saya dan Rian, Rendy dan Cika, Arvian dan Ayu, serta si Baim alias Bambang Item *emaaf* Mendapati kondisi demikian, perasaan saya berkata ada sesuatu yang tidak beres. Dan, memang benar adanya. Sekarang giliran kami bertujuh yang nyasar, Gaes! Nyasarnya jauh banget. Kurang lebih satu jam perjalanan dari tempat Kang Gun-Gun menuju tempat kami bertujuh nyasar, hikss….
Sekira pukul setengah tiga, Kang Gun-Gun berserta rombongan ARP yang lainya menjemput kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Pangalengan. Katanya, Rombongan ARP dari Harta Cabang Bandung sudah menunggu untuk menyambut kami. Kami pun segera bergegas berpacu dengan waktu. Menyusuri jalan. Melawan angin. Membelah malam.


Sampai sini dulu ya, Gaes.  Tunggu kelanjutan ceritanya di ARP Goes To Pengalengan Chapter 2.
Masih ada satu drama lagi yang belum saya ceritakan. Drama paling dahsyat yang pertama dan satu-satunya. Drama yang akan menjadi catatan sejarah penting sepanjang berdirinya ARP.

Simak juga keseruan saat saya standup di malam penutupan dan cerita seru lainnya selama kami di vila. See youuuu…. *tebar senyum*

Dear Kamu

Terima kasih karena bersedia menjadi tempatku berlabuh. Sekarang aku mengerti, berapa banyak doa yang dulu kurapalkan namun tidak terkabulkan. Tuhan menunggu untuk hari ini. Hari di mana aku dan kamu dipertemukan.

Tak terhitung entah berapa banyak lika-liku yang mewarnai perjalananku dalam mencari pelabuhan hati. Ditolak mentah-mentah, diabaikan, dicampakkan, ditinggal tanpa sebab, ditikung,  serta pahit getir cerita masa lalu. Kesakitan-kesakitan itu perlahan membawaku kepada sebuah hati, sebuah cinta yang dalam, sebuah pelabuhan nan elok bernama KAMU.

Aku tidak setampan Arjuna, hartaku tak sekaya raja. Hanya secuil rupiah yang kini terselip di dalam dompet. Hanya seraut wajah lelaki dusun dengan pesona pas-pasan yang kumiliki. Tapi perkara membahagiakan, aku akan menjadi orang yang paling berjuang untukmu. Terhitung sejak hari ini, kututup pintu hatiku untuk yang lain. Sepenuh hati dan jiwaku telah menjadi milikmu.

Terima kasih, Tuhan.
Terima kasih, kamu.

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Days 5: Tulis Tiga Film Yang Paling Berkesan Buatmu dan Jelaskan Alasannya

Sejujurnya tidak banyak yang bisa saya tulis di tema hari ke lima ini. Saya tidak terlalu mengerti soal film. Nonton di bioskop pun jarang. Selebihnya, saya biasa mendengar cerita serunya film A, film B, dan sebagainya dari teman-teman yang sudah nonton di bioskop. Tapi bukan berarti saya tidak pernah nonton film.  Ada beberapa film yang pernah saya tonton dan membuat saya susah mupon. This is it!

1. Ada Apa dengan Cinta I
Saya masih duduk di bangku kelas dua SMA saat film ini mencuat ke permukaan dan ramai dibicarakan muda-mudi gaul pada masanya. Saat itu, pertama kalinya saya jatuh cinta kepada Dian Sastro, pemeran utama di film ini. Entah kenapa saya merasa cemburu ketika ada adegan si Cinta berciuman dengan Rangga di bandara. Hal lain yang membuat film ini berkesan adalah perpaduan kisah cinta dan persahabatan dengan porsi pas. Ceritanya ngena banget. Setting sekolahannya begitu terasa. Nuansa remaja khas anak sekolahan begitu kental. Jauh berbeda dengan sinetron-sinetron alay di jaman sekarang. Sampai saat ini, saya tidak pernah bosan menonton film ini.

1. The Raid
Saya selalu suka dengan yang namanya adegan berkelahi. Pukul-pukulan, saling bacok, bunuh-bunuhan, kepala pecah, darah berceceran. Apalagi adegan berkelahinya dibumbui seni beladiri yang berkelas seperti yang diperagakan Iko Uwais dan kawan-kawan. Film ini adalah film Indonesia pertama yang mencuri perhatian saya dan sukses membuat saya jatuh cinta terhadap film produk dalam negeri.

3. 5 cm.
Ini adalah film pertama yang saya tonton bersama sahabat-sahabat saya di Jakarta. Film ini menjadi semakin berkesan karena saya nonton bersama sahabat-sahabat saya di bioskop murah. Tapi, biar pun murah, jadi berkesan dengan adanya mereka. Kisah persahabatan di film ini membuat saya sedikit mengerti tentang apa arti sahabat. Film ini juga yang menginspirasi lahirnya buku pertama saya yang berjudul Koplax Rangers.

Yupz, itulah tiga film yang berkesan versi saya. Semuanya merupakan karya anak bangsa yang patut diacungi jempol. Semoga untuk ke depannya, perfilman Indonesia semakin maju dan lebih dicintai masyarakat dalam negeri.

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Day 4: Tanpa Menyebutkan Namanya, Ceritakan Bagaimana Pertemuan Pertamamu Dengan Si Dia

Pertama kali membaca tema di atas, pikiran saya langsung bergerak mundur jauh ke belakang untuk mengumpulkan kembali cerita-cerita menarik yang pernah terjadi dan bisa saya tulis di sini. Setelah merenung cukup lama, pikiran saya pun berlabuh pada sebuah nama. Seseorang yang sampai saat ini masih menjadi kenangan terbaik sepanjang hidup saya. Sebuah nama yang menjadi satu-satunya alasan saya merantau ke Ibu Kota.

Suatu malam di akhir tahun 2005, di sebuah desa kecil di Bandung, saya diajak Kakak saya untuk menghadiri acara Tabligh Akbar di pesantren bernama Irtibatul Qulub. Satu-satunya pesantren di kampung itu yang diasuh dan didirikan oleh seorang mantan berandalan tersohor.

Selesai melaksanakan solat isya, acara dibuka oleh seorang MC perempuan yang mengenakan baju berwarna biru muda lengkap dengan  kerudung hitam. Ia melenggang dengan sangat anggun menaiki tangga menuju ke atas panggung. Langkahnya begitu santun. Parasnya cantik sekali. Selama dia berdiri di atas panggung sambil bercuap-cuap menyampaikan daftar acara, mata saya tidak berkedip barang sedikit pun. Pandangan pertama saat itu, sukses membuat jantung saya ’dag dig dug jeger’ tidak keruan.

Selang beberapa hari kemudian, saya berpikir untuk mondok di pesantren tersebut. Bukan karena perempuan cantik yang tadi saya ceritakan di atas, sama sekali bukan. Keinginan ini murni datang dari hati nurani saya yang paling dalam. Karena saat itu saya baru menyelesaikan kuliah dan sulit mendapat pekerjaan. Dari pada nganggur, malu sama tetangga dan teman-teman yang sudah kerja, lebih baik mondok supaya ilmu agama saya bertambah. Betul tidak?

Sore itu, hari pertama di pondok, saya duduk sendiri di depan masjid sambil mendengarkan santri lain yang sedang bershalawat di dalam mesjid. Rombongan santriwati melewati saya sambil bercengkrama satu sama lain. Mereka lewat begitu saja seolah tidak melihat kebaradaan saya. Di belakang rombongan itu, seorang santriwati lainnya menyusul. Ia berjalan dengan anggun dengan kepala menunduk. Tangannya mendekap erat sebuah Al-Quran di dadanya.

"Assalamualaikum, A...," sapanya seraya mengangkat pandangan. Matanya jernih.

Saya menjawab salamnya dengan kikuk.

”Aa Santri baru ya?" tanyanya kemudian.

Lagi-lagi, saya menjawab dengan kikuk. Wajahnya tidak asing. Setelah saya ingat-ingat, perempuan ini adalah MC saat Tabligh Akbar beberapa waktu yang lalu.

"Masuk ke masjid atuh, A, gabung sama yang lain." Matanya melirik ke dalam masjid. Menunjuk santri lain yang sedang bershalawat.

"Jangan malu-malu, ya." Dia tersenyum lalu pamit dengan mengucap salam.

Oh, Tuhan.... Cantik Sekali, saya bergumam dalam hati.

Singkat cerita, di pertemuan kedua dan seterusnya, saya sudah terbiasa berhadapan dengan 'Bidadari Pesantren' ini. Sampai di sini, kami berteman sangat akrab. Belakangan saya tahu, dia adalah keponakan mantan berandalan tersohor, yang merupakan pengasuh sekaligus pendiri pesantren itu.

Hari berlalu, minggu bergulir, bulan berganti. Benih-benih cinta pun tumbuh tak terbendung. Melalui pemikiran yang matang serta diskusi yang panjang bersama kawan-kawan saya, saya akhirnya memutuskan untuk meminang gadis itu. Rencana dimulai dengan menghadiahkan sebuah kerudung kepadanya. Tapi... tiba-tiba negara api menyerang. Takdir mengubah segalanya.

Di bagian  ini, tidak perlu saya ceritakan tentang apa yang terjadi. Pokoknya ada sebuah peristiwa mengharuskan saya untuk meninggalkan kampung halaman.

Malam  terakhir ketika saya bertemu dengannya untuk berpamitan, dia mengenakan kerudung pemberian saya. Kerudung berwarna biru. Sejak saat itu, saya menamai dia sebagai Gadis Berkerudung Biru.

Jadi baper kan saya. Ah, sudahlah, tidak usah diteruskan. Pokoknya cerita ini tuh sad ending.
Dengan siapa pun dia melalui malam ini, semoga senantiasa bahagia. Aamiin.

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Day 3: Lima Hal Yang Ingin Saya Capai Di Tahun 2017

Tema di hari ketiga ini berkaitan erat dengan cita-cita. Dan, saya selalu bersemangat untuk membicarakan soal cita-cita. Banyak sekali keinginan yang  berkecamuk di kepala saya, mulai dari keinginan remeh temeh dan konyol hingga pemikiran serius yang level kedalamannya hampir setara dengan pemikiran filsuf terkenal macam Plato dan Aristotels. Tapi enggan saya ceritakan kepada siapa pun demi menghindari respon yang tidak saya harapkan. Katakanlah saya kurang pede untuk berbagi dengan orang lain mengenai isi kepala saya. Biarlah pikiran-pikiran itu membusuk dengan sendirinya di kepala saya. Kali ini, saya hanya akan menyampiakan keinginan-keinginan yang biasa saja, namun sangat berpengaruh untuk kelangsungan hidup saya #lebay.

Baiklah, saya hanya butuh lima hal untuk menyelessikan tulisan ini. Lima hal yang ingin saya capai di tahun ini. This is it!

1. Memiliki kekasih halal.
Entah berapa sering saya mendapat undangan pernikahan dari teman sejawat. Sesering itulah saya mendapat pertanyaan paling ngehek di muka bumi ini: “Kapan nyusul?”. Ini hal yang sangat perlu saya klarifikasi. Beberapa teman saya sering kali menganggap saya tidak tidak terlalu menarik bagi lawan jenis (baca: tidak laku). Eits! Siapa bilang? Ada kok beberapa  perempuan yang menaruh hati kepada saya. Tapi apa daya, saya tidak mau terburu-buru dan asal milih untuk menjadi pendamping hidup. Teman-teman saya yang lain beranggapan saya terlalu pemilih. Salah? Tidak. Saya memang memilih. Sekian tahun saya tersesat dalam proses memilih, hingga tak terasa waktu membwa saya kepada usia yang sangat matang (baca: tua). Dan tahun ini, saya akan meyeriuskan diri untuk menikah. Perkara pasangan, biarkah Tuhan yang mengatur. Tugas saya hanya berusaha.

2. Menerbitkan dua buku.
Berlebihankah? Saya rasa tidak. Pada tahun sebelumnya saya bersyukur sekali karena berhasil menelurkan satu karya. Saya bangga! Dan kebanggaan itu akan saya ulangi di tahun ini. Dua kali lipat. Dan demi mewujudkannya, saya akan rela kehilangan banyak waktu untuk hal remeh temeh yang mengganggu fokus saya. Salah satunya adalah mengurangi kegalauan (ahelah, galau kenapa coba? Pacar aja guk punya), atau mengurangi waktu nongkrong bersama sahabat-sahabat saya. Ya, saya hanya butuh luang lebih banyak untuk menulis. Jangan pikirkan masalah-masalah tidak penting!

3. Ingin gemuk.
Gaes, keinginan ini sudah terpendam selama bertahun-tahun. Banyak cara sudah saya lakukan. Nge-gym, makan makanan yang bergizi, olahraga, dan tips-tips lainnya yang diberikan kawan-kawan saya. Tapi hasilnya tetap saja. Nihil! Tahun ini, melalui pemikiran yang panjang dan mendalam, saya memutuskan untuk menjadikan keinginan ini sebagai salah satu agenda terbesar saya. Saya harus gemuk. Harus!

4. Belajar berkomunikasi.
Salah satu kelemahan terbesar saya adalah tidak pandai bergaul. Bagi kawan-kawan yang sudah kenal dan bertatap muka dengan saya, pasti setuju dengan point ini. Di setiap lingkungan baru, saya sering kali mengalami kesulitan untuk bergaul. Boleh dibilang saya tipe orang  yang pasif. Harus diajak ngobrol duluan, kalau tidak, ya seterusnsya saya tidak akan ngobrol. Alhasil, saya selalu merasa terbuang di semua lingkungan. Ini nyiksa banget, gaes! Harus diubah!

5. Mencuci kaki Ibu dan meminum airnya.
Emnn… bagian sulit saya jelaskan. Pokoknya, saya ingin melakukannya. Minimal sekali seumur hidup. 

Yup! Itulah lima keinginan saya di tahun ini. Semoga Tuhan memberi saya kesehatan dan umur panjang. Sekian dan terima nikahnya.

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Day 2: Sebutkan 3 Hal Yang Membuatmu Histeris

Sebagai kaum lelaki tulen, jarang sekali ada hal yang bisa membuat saya histeris. Sambil nulis ini, saya membayangkan kejadian-kejadian yang pernah membuat saya sebegitu senangnya sampai saya berteriak layaknya cewek-cewek ababil saat bertatap muka dengan artis idola. Menurut hasil penelusuran memori otak saya ke beberapa tahun belakang, banyak sekali kejadian menyenangkan yang harus saya syukuri. Tapi demi menjaga imej sebagai lelaki sejati, sebahagia apa pun, saya memilih untuk tetap bersikap cool. Perayaan yang saya lakukan hanya sebatas mengucap “Alhamdulillah….” Diiringi senyum tampan khas lelaki pujaan para wanita *dikeplak jamaah*

Akan saya sebutkan tiga hal yang—diam-diam—pernah membuat saya histeris, tapi histerisnya dalam hati. Cekidot!

1. Tanggal 7 April 2014, notif di ponsel saya menunjukkan ada sebuah email masuk. Di tengah kesibukan saya di kantor, saya membukanya sekilas. Ternyata itu adalah email dari Kampus FIksi yang menyatakan bahwa saya terpilih menjadi salah satu peserta Kampus Spesial yang akan dilaksanakan di Jogja. Tepat pada ulang kampus FIksi yang pertama. Gratis! Seketika saya ingin berteriak sekeras-kerasnya untuk memberitahu semua orang tentang isi email tersebut.

2. Tanggal, 9 Desember 2015, saya mendapat kabar yang lebih dahsyat. Kabar baik yang saya tunggu selama satu bulan, akhirnya terjawab melaui notif di ponsel di tengah teriknya matahari. Email itu berisi pemberitahuan bahwa naskah yang saya kirim dinyatakan diterima dan akan diterbitkan dalam waktu dekat. Bayangkan, cita-cita yang sudah terpendam selama bertahun-tahun, dibumbui penantian yang cukup lama, akhirnya terwujud dengan semangat dan kerja keras. Sekali lagi, saya berteriak dalam hati. Berteriak sekeras-kerasnya seraya mengucap syukur. Bahagianya itu…. Ah sudahlah. Sulit saya terjemahkan dengan kata-kata.

3. Terakhir, saya ingin berandai-andai. Seandainya suatu hari nanti buku saya bisa dinikmati banyak orang dalam bentuk lain, katakanlah buku saya difilmkan, tidak peduli saya sedang berada di mana saat menerima kabar itu, tidak peduli saya sedang berhadapan dengan siapa, saya akan berteriak dengan seluruh kekuatan yang saya punya. Untuk hal yang satu ini, akan saya rayakan dengan meriah. Doakan saja, semoga terkabul ya, gaes! :D

Sekian dan terima kasih. 

#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge

Day 1: Jelaskan Tipe Pasangan Idaman Kamu

Halo, gaes! Dalam rangka meramaikan tantangan menulis dari Momon akun twitter @kampusfiksi, izinkan saya menyampaikan satu-dua kata (walau nyatanya lebih dari dari seratus kata).

Sebenarnya saya sudah familiar dengan pertanyaan seperti ini. Entah sudah berapa banyak teman yang bertanya tentang perempuan idaman saya. Saya hanya menjawab dengan singkat, “Relative, kok. Cantik seperti Raisa dan solehah seperti Khadijah. Dan yang lebih penting, perempuan itu mau jadi kekasih saya.” Kalimat terakhir selalu saya ucapkan dengan tegas. Tahu kenapa? Karena secantik dan sebaik apa pun seorang perempuan, kalau dia tidak mau dengan saya ya buat apa?

Demi Momon yang tampannya setara dengan Pasha Ungu, saya akan menjawab tantangan pertama ini dengan rumus menghitung luas sebuah kotak; panjang kali lebar.

Saya tidak tampan, jauh juga dari mapan. Tapi tidak haram kan kalau saya memiliki kriteria khusus untuk pasangan? Wanita idaman saya sebenarnya tidak jauh beda dengan pria-pria lain di luar sana. Hanya saja, detail dan alasannya saja yang berbeda. This is it!

1. Harus menarik. Gaes, catet ya, menarik! Bukan cantik. Lha, bedanya apa? Jelas  beda. Cantik hanya bisa dilihat dari satu sisi. Yaitu fisik, terutama wajah. Kalau menarik bisa dilihat dari berbagai sisi. Penampilan, gestur, pola berpikir, dll. Sifat cantik bisa luntur dilibas umur, sifat menarik takkan punah sampai raga bau tanah #halah. So, menjadi menarik itu penting. Penting banget!

2. Setelah menarik tentu harus solehah. Lelaki mana yang nggak mau dapat pasangan solehah, coba? Ah, jangan ditanya. Semua laki-laki pasti idem dengan nomor dua ini. Apalagi bagi saya yang levelnya bukan lagi mencari kekasih liar (baca: pacar), dalam tuntutan umur yang kian bertambah, level saya sudah seharusnya mencari kekasih halal. Bayangan rumah tangga yang harmonis dalam konsep islami sangat penting untuk direalisasikan. Tapi , ya ini sekadar bayangan. Yuk, bantu aminkan, semoga terwujud hehee….

3. Harus pintar. Kriteria nomor tiga ini sangat perlu untuk memastikan anak-anak saya kelak akan tumbuh di tangan yang tepat.

4. Terakhir, ini yang paling penting di antara tiga nomor di atas. Tanpa point ini, kriteria-kriteria di atas tidak akan berguna. You know what? Keriteria perempuan yang saya sebutkan di atas tadi, bisa jadi pasangan saya kalau dia mau dengan saya. Kalau tidak, masa iya harus dipaksa. Perkara, cinta bertepuk sebelah tangan? Ah, saya sudah terlalu kenyang dengan pengalaman semacam itu. Gaes, mencintai tanpa dicintai itu sakit. Sakit banget. Sebagus apa pun perempuan idaman kita, kalau dia tidak mau sama kita, ya mau diapain? Move on! Tinggalkan! Cari yang mau! Maka tidak salah kalau point terakhir ini menjadi point terpenting. Intinya, cari yang mau aja wiss…. Tidak usah muluk-muluk. Inget umur.

Nah, sekian penjelasan ‘singkat’ tentang tipe pasangan idaman saya. Jadi, buat kamu, iya, kamu, yang punya pacar tidak jelas, atau kamu yang lagi suka sama lelaki tapi lelaki itu tidak mau, atau kamu yang bingung karena kelamaan jomblo, atau kamu yang baru saja diputusin pacar, atau siapa pun perempuan yang sedang bersedih, pundak saya siap sedia 24 jam nonstop. Ya, barangkali kita bisa merajut kisah bersama. Siapa tahu, kan? Ah, ini apa jadi malah cari jodoh. *dikeplak Momon*