Sesederhana apapun cerita hidup yang kita alami, akan menjadi sebuah cerita menarik bagi orang lain apabila kita pandai mengolah kata saat menceritakannya.

ARP GOES TO PANGALENGAN: CHAPTER 1

Jadi gini, beberapa hari yang lalu, tepatnya pada kamis malam tanggal 30 November 2017, ARP baru saja mengadakan touring lagi. Tujuan kami kali ini adalah ke daerah Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Dan seperti biasa, perajalanan ARP selalu dibumbui drama-drama tak terduga. Pokoknya terlalu indah untuk dilupakan seperti kamu, iya kamu…. *ahelah!
Kamis malam sekira pukul tujuh, kami berkumpul di kantor Harta Kramat yang merupakan basecamp-nya ARP. Ah, tidak ada hal menarik yang perlu saya ceritakan di sini. Skip aja ya….

Sesaat Sebelum Keberangkatan
Lokasi: Kantor Harta Kramat
Sumber Foto: Koleksi Pribadi

Singkat cerita, kami meninggalkan basecamp tepat pukul delapan. Sama seperti touring sebelumnya, rombongan kami dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan motor, sebagiannya lagi menggunakan mobil yang disiapkan khusus buat para perempuan. Bedanya, kali ini ada Pak Dodi yang turut serta dalam perjalanan kami. Beliau membawa mobil berisi perlengkapan sound system untuk memeriahkan acara hiburan di Pangalengan. Luar biasa sekali beliau ini.
Di awal perjalanan, drama pertama pun dimulai. Berawal dari kondisi jalanan yang macet parah, rombongan kami tercerai berai nggak keruan. Tak tahu lagi siapa bersama siapa, mana kawan mana mantan *duh apa sih?* ya begitulah pokoknya. Kami berusaha mengendalikan situasi dengan terus berkomunikasi melalui Handie Talkie (HT), tapi kondisi jalanan saat itu benar-benar membuat kami tak berdaya. Hingga sampai di daerah Pondok Kopi, kami baru menyadari bahwa ada dua orang yang ketinggalan jauh di belakang. Mereka adalah Bento dan Bagus. Konon katanya mereka salah ambil jalan alias nyasar. *wattdeziigh!
Begini, Gaes… kalau yang nyasar itu orang lain ya masih bisa dimaklumi. Tapi kalau Bento sama Bagus yang sering keluyuran nganter polis dan survey klaim, peta kota Jakarta sudah nempel di jidat mereka. Artinya, mereka itu tahu betul jalanan Jakarta, tapi baru sebentar meninggalkan kantor Harta mereka sudah nyasar. Bukankah ini lucu? Ckckck…. Akhirnya kami menunggu di dekat stasiun Pondok Kopi sekitar setengah jam karena saat itu Beni dan Bento masih berada di daerah Otista. Jauh banget, Gaes!
Oia, kali ini kami tidak langsung menuju Pangalengan, rencananya kami akan menjemput rombongan ARP dari Harta Cabang Karawang, yaitu Kang Gun-Gun dkk. Target awalnya kami seharusnya kami sampai di Karawang sekitar pukul sebelas. Namun lagi-lagi, perjalanan kami terhalang dengan adanya drama kedua.
Di tengah perjalanan menuju Karawang, kami kembali terjebak macet yang lebih parah dari sebelumnya. Kondisi tersebut membuat beberapa anggota kami kelelahan. Atas komando dari Agung, kami memutuskan istirahat sejenak di sebuah tempat dekat Alfamart untuk sekadar minum kopi dan merokok. Kurang lebih setengah jam kami beristirahat. Saat hendak melanjutkan perjalanan, lagi-lagi kami menyadari ada satu anggota yang ketinggalan. Ferry, salah satu Legend ARP, mengilang dari rombongan. Beruntung Ferry membawa HT jadi masih bisa berkomunikasi dengan kami. Tapi masalahnya tidak sampai di sini. Jarak yang terlalu jauh membuat sinyal HT sedikit terganggu, komunikasi kami pun tidak terlalu lancar sehingga menyebabkan kesalahpahaman. Kami yang mengira Ferry tertinggal di belakang menutuskan menunda keberangkatan untuk menunggu Ferry. Namun,setelah sekian lama menunggu Ferry tak kunjung datang. Kami sempat cemas saat itu. Tidak lama kemudian kami mendapat kabar bahwa Ferry sudah jauh mendahului kami. Dia sudah hampir sampai di Karawang. Konon katanya, Ferry tidak melihat rombongan ARP menepi untuk istirahat, jadi dia lempeng aja gitu kayak Badak kebelet boker….  *lalu ngebayangin Ferry berubah jadi Badak*
Dari sini saya merasa bahwa rencana kami sudah mulai berantakan. Mengingat saat itu jarum jam sudah menunjuk angka dua belas, di mana seharusnya kami sudah sampai di Karawang. Tapi nyatanya, kami baru setengah perjalanan. Tidak ada pilihan lain selain memaksa masuk. Perlahan tapi pasti, kami pun berhasil merangksek menembus kemacetan. Selanjutnya, kami seperti kesetanan. Tancap gas semaunya seperti jagoan MotoGP, tanpa liat kanan kiri, depan dan belakang. Lalu, drama ketiga pun terjadi.
Saking asiknya menikamti perjalanan yang mulai kosong, kami berlaga bak setan jalanan. Meliuk-liuk ke sana kemari, membunyikan klakson semaunya agar tidak ada kendaraan yang mengahalangi jalan kami. Semakin lama, semakin mendekati Karawang, kerusuhan itu perlahan menghilang. Suasani mendadak  sunyi, di depan kami terlihat sepi, pun di bagian belakang. Hanya ada empat motor. Saya dan Rian, Rendy dan Cika, Arvian dan Ayu, serta si Baim alias Bambang Item *emaaf* Mendapati kondisi demikian, perasaan saya berkata ada sesuatu yang tidak beres. Dan, memang benar adanya. Sekarang giliran kami bertujuh yang nyasar, Gaes! Nyasarnya jauh banget. Kurang lebih satu jam perjalanan dari tempat Kang Gun-Gun menuju tempat kami bertujuh nyasar, hikss….
Sekira pukul setengah tiga, Kang Gun-Gun berserta rombongan ARP yang lainya menjemput kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Pangalengan. Katanya, Rombongan ARP dari Harta Cabang Bandung sudah menunggu untuk menyambut kami. Kami pun segera bergegas berpacu dengan waktu. Menyusuri jalan. Melawan angin. Membelah malam.


Sampai sini dulu ya, Gaes.  Tunggu kelanjutan ceritanya di ARP Goes To Pengalengan Chapter 2.
Masih ada satu drama lagi yang belum saya ceritakan. Drama paling dahsyat yang pertama dan satu-satunya. Drama yang akan menjadi catatan sejarah penting sepanjang berdirinya ARP.

Simak juga keseruan saat saya standup di malam penutupan dan cerita seru lainnya selama kami di vila. See youuuu…. *tebar senyum*