Halo, guys, ketemu lagi dengan saya si tampan pemalu :D
Sesuai janji saya di tulisan sebelumnya, kali ini saya akan membahas tantang betapa serunya kegiatan ARP selama di Sawarna. Yuk, simak ya....
**********
Sekitar jam dua belas siang,
kami diberi tahu oleh pemilik villa bahwa menu makan siang sudah siap. Dan benar saja, begitu saya keluar kamar
tampak hidangan makan siang sudah tersaji. Kali ini pemilik villa menyuguhkan
menu ayam goreng dan tempe goreng serta lalapan khas Sunda, lengkap dengan
sambal dan kerupuk. Kami menyantapnya dengan lahap, tidak peduli dengan aroma
bau jigong yang masih menempel di mulut. Siang itu kami bangun tidur dalam
keadaan lapar. Bagaimana tidak, kami sedang dalam proses pemulihan stamina
setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh dan melelahkan. Jadi makan campur
jigong pun tetap saja nikmat. Ya, memang tidak semuanya, ada juga sebagian dari
kami yang memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum makan. Mereka ini higienis
sekali.
Momen saat makan siang. |
Sambil menyantap makan siang,
kami masih asik bercerita tentang ini-itu. Serunya perjalanan sepanjang malam
tadi masih terekam di benak kami. Saking serunya, rasanya terlalu indah untuk dilupakan,
terlalu sedih dikenangkan, setelah engkau jauh berjalan, dan kau kutinggalkan. *malah
nyanyi*
Sepertinya tidak berlebihan
kalau cerita tersebut menjadi tema utama obrolan kami untuk beberapa hari ke
depan. Iya gak, guys?
Pukul 14.30, kami
beramai-ramai ke pantai. Di sinilah keseruan selanjutnya dimulai.
Awalnya, kami tercerai-berai.
Ada yang foto-foto, main bola, neduh di saung pinggir pantai, ada yang
basah-basahan. Namun ketika hari menjelang sore, semuanya membaur, berkumpul
dan main ombak bersama.
Saya yang sedari kecil takut berdekatan
dengan laut (serius), hanya bisa memerhatikan mereka dari kejauhan dengan
perasaan waswas. Tapi mereka
sendiri tampak begitu asik. Yang menarik dari pemandangan itu adalah posisi mereka
yang berpasang-pasangan. Si A pegangan tangan dengan si B, si C pegangan tangan
dengan si D, dan seterusnya. Saya duduk di belakang bersama Beni. Tapi nggak
sambil pegangan tangan seperti mereka, sumpah. Saya pegangan sama pasir,
ahelah!
Mereka berdiri menantang
ombak, ketika ombak datang mereka berlarian sambil tertawa. Tawa mereka kian
pecah ketika ombak menghempaskan tubuh mereka sampai terguling-guling lalu keluar
dari gulungan ombak dengan membawa tawa renyah. Seru sekali.
Pada saat yang bersamaan, naluri
saya menangkap ada sepasang mata yang memandang mereka dengan tatapan sendu
penuh kesedihan. Di tengah
tawa riang mereka, teriakan manja bercampur semilir angin laut yang syahdu,
gemuruh ombak yang menggebu, senja yang mulai menguning, pasir pantai yang
lembut dan air laut yang membiru, di antara itu semua, diam-diam ada sekeping
hati yang retak dikoyak cemburu. Hati siapa tuh? Ah, lahacia... yang jelas itu
bukan saya. Saat itu saya sedang asik memerhatikan seseorang. Kadang saya
senyum-senyum sendiri ketika tanpa sengaja beradu tatap dengan si dia.
Keseruan mereka membuat saya
tertarik untuk bergabung. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, dengan sangat
hati-hati saya maju mendekati ombak. Dan akhirnya, saya mengerti kenapa mereka
bisa sebahagia itu. Ternyata bersahabat dengan laut memang sangat asik. Tapi
sayang, saya mainnya sendiri, gak ada pasangan. #watdezigh!
Oh iya, selain kami yang
bermain ombak, di ujung pantai sana ada Faber, Agung, Agus, Ziqi, Anto, dan
beberapa orang lainnya (saya lupa). Mereka sedang duduk manis di saung sambil
berbincang mengenai acara api unggun yang akan di laksanakan nanti malam.
Selain itu, mereka juga menjadi tempat kami menitipkan handphone, dompet atau apa pun yang bisa dititipkan. Sungguh baik
sekali mereka ini. Saya harus berterima kasih.
Kembali ke yang tadi. Keseruan
kami tidak berakhir sampai di sini. Lelah dengan ombak, kami berganti bermain dengan pasir. Entah siapa yang mulai, ketika saya menepi,
mereka sedang berkejaran satu sama lain. Yang satu berlari sambil menggenggam
pasir yang siap dilemparkan, satunya lagi lari terbirit-birit menghindari
lemparan pasir. Dan, sementara yang lain sibuk main lempar-lemparan pasir, si X
malah sibuk lempar-lemparan senyum dengan si Y heheh... kalian jadian aja gih!
Nunggu apa lagi coba? Nunggu Monas kawin dengan Gedung Sate? Ahelah, kelamaan.
Sebenarnya di bagian ini saya
ingin membahas kisah cinta si X dan si Y. Tapi saya tidak mendapat izin dari
pihak yang bersangkutan. Selain si X dan Y ini, ada juga kisah cinta yang tidak
kalah menarik. Tentu kalian tahu, atau minimal pernah dengar The Legend
Love Story. Menceritakan tentang lika-liku hubungan si Randi dan Yoana,
gosip-gosip sedap seputar si Andri Weureu dan Putri Nurhayati yang sampai
sekarang tidak ada yang tahu bagaimana kelanjutannya hehe.... Tapi, cerita mereka sudah bukan rahasia lagi. Jadi saya rasa tidak perlu saya bahas lagi
di sini.
Lanjut aja ya....
Dulu, salah satu kawan saya di
Bandung pernah berkata, ”Anak tongkrongan itu, semakin biadab bercandanya, maka
semakin kuat hubungan pertemanannya.”
Kalimat yang keluar dari mulut
kawan saya itu rupanya benar adanya. Hal ini terbukti ketika kami bermain
pasir. Salah satu dari kami, sebut saja Leo, dia ditarik, digeret
beramai-ramai, hingga terkapar di tepi pantai, lalu dilempari pasir dengan
membabi buta. Kaki, tangan, kepala, punggung, sampai belahan pantat, semuanya
berlumur pasir. Saya khawatir pasirnya masuk ke mata, kan bahaya. Tapi untung lubang mata Leo agak
kecil (baca: sipit), jadi pasir gak bisa masuk ke mata. :D. Biadabnya lagi, dia
malah jadi bahan tertawaaan. Saya sedih, rasanya pengen ikut ngakak
guling-guling buahaha...
Rupanya, Leo tidak pasrah
begitu saja, dia bertekad untuk balas dendam. Alhasil, Benget dan Adi jadi
korban berikutnya. Dan, ya, seperti
kata kawan saya di atas, ’kebiadaban’ tadi menjadi salah satu cara mereka untuk
mempererat pertemanan.
Selepas main ombak dan pasir,
sekitar jam lima sore, kami kembali ke villa untuk bersih-bersih. Tapi
sebelumnya tidak lupa kami berfoto terlebih dahulu. This is it, cekidot!
Sumber Foto: Liza (Harta Pusat) |
Sumber Foto: Evra (Harta Kramat) |
Sumber Foto: Kornel (Harta Kramat) |
Sumber Foto: Liza (Harta Pusat) |
Sumber Foto: Liza (Harta Pusat) |
Sumber Foto: Kornel (Harta Kramat) |
Perjalanan dari villa menuju
Tanjung Layar harus melewati pemukiman. Dengan mengendarai sepeda motor, kami
melalui jalan tanah yang agak sempit dan licin. Rumput-rumput ilalang tumbuh
semaunya di sepanjang jalan. Kondisi jalan yang demikian, membuat kami
kesulitan. Kami harus sangat berhati-hati demi menjaga keselamatan. Anehnya,
bagi warga sekitar, jalanan tersebut begitu mudah dilalui.
Saat kami mengendarai motor
dengan sangat hati-hati, tiba-tiba ada seorang mas-mas (diduga warga setempat)
mengendarai motor dan melewati rombongan kami dengan kecepatan yang luar biasa.
Kendaraannya meliuk-liuk, rambutnya yang panjang agak keriting melambai-lambai karena
tertiup angin, sebatang rokok tergantung di mulutnya laksana jagoan kampung, gayanya
keren sekali bak pembalap Moto GP. Saya dan Agung sempat terkagum-kagum melihat
kelihaian dia menaklukan jalan tersebut. Tapi tidak lama kemudian, begitu kami
terkagum-kagum padanya, dia malah terjerembab ke dalam selokan di
pinggir sawah. Saya ingin sekali turun dari motor untuk menghampiri dia, lalu berbisik di telinganya, "Rasain lu!"
Beruntung di sana ada rekan kami, Leo, yang membantu mas-mas tersebut. Setelah terperosok ke dalam selokan, mas-mas itu kembali berjalan mengendarai motornya, namun kali ini dia mengendarainya dengan pelan. Pelan sekali. Lebih pelan dari keong yang lagi lomba balap karung.
Beruntung di sana ada rekan kami, Leo, yang membantu mas-mas tersebut. Setelah terperosok ke dalam selokan, mas-mas itu kembali berjalan mengendarai motornya, namun kali ini dia mengendarainya dengan pelan. Pelan sekali. Lebih pelan dari keong yang lagi lomba balap karung.
Kurang lebih dua puluh menit kemudian,
kami tiba di Tanjung Layar. Di sana sudah ada rombongan touring lain yang berkumpul. Sama seperti kami, mereka pun sedang
menunggu sunset.
Sambil menunggu sunset tiba, kami berfoto ria demi
mengabadikan diri bersama nuansa senja yang kekuningan. Indah sekali. Berikut
foto-fotonya.
Senyum berseri dan tawa
bahagia menjadi penghias senja sore ini. Kami benar-benar menikmatinya. Warna
kuning kejinggaan membungkus langit yang membentang di hadapan kami. Lembaran
angin sore membelai wajah kami dengan lembut, menerbangkan ujung-ujung rambut
kami, berbisik mesra di telinga kami. *ini saya ngomong apaan sih?*
Waktu bergeser lagi. Hari
mulai gelap. Langit mulai mendung. Sunset telah berlalu. Pertunjukan Tuhan sore
ini telah berakhir. Kami bergegas meninggalkan Tanjung Layar dan kembali ke
villa untuk beristirahat.
Sebentar, ada yang kurang. Selama kami di
Tanjung Layar, ada dua orang anggota kami yang tidak kelihatan batang
hidungnya. Mereka adalah Andri Weureu dan Beni Bento. Selidik punya selidik,
motor mereka mogok dalam perjalanan menuju Tanjung Layar. Karena sudah
ketinggalan terlalu jauh, mereka berdua memutuskan untuk putar balik dan
terpaksa mendorong motor sampai villa. Nahasnya lagi, saat sedang mendorong
motor, mereka dihadang oleh seekor guguk. Kasian wkwk....
Sampai di villa, hari sudah
gelap. Kami bersiap-siap untuk menuju
puncak acara. Acara terakhir yang sangat ditunggu-tunggu, yaitu acara api
unggun yang akan diisi dengan pemilihan ketua ARP baru, Stand Up Comedy
Roasting Battle, pembagian doorprize
dan pelepasan lampion.
Tepat pukul 19.00, api
unggun sudah siap. Kami semua
duduk bersama, mengitari api unggun. Acara dibuka dengan sambutan dari ketua
ARP, Faber Pasaribu yang didampingi oleh Agung dan Ferry selaku wakil ketua.
Beliau (halah beliau :D) menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua anggota
atas partisipasinya sehingga touring
kali ini berjalan dengan meriah. Selanjutnya pemilihan ketua ARP yang baru. Ada
tiga kandidat yang telah disiapkan. Di antaranya Benget, Randi dan Bento.
Pemilihan tiga orang kandidat ini didasari alasan karena mereka bertiga adalah
bagian dari The Legend ARP. Artinya, mereka ini turut menjadi pelopor
berdirinya ARP hingga sekarang.
Ada satu hal yang membuat saya terharu malam itu, serius.
Ketika tiga kandidat itu diminta menyampaikan visi dan misi seandainya terpilih
jadi ketua ARP, Beni Bento maju untuk menyampaikan sepatah-dua patah kata. Dia
terdiam sejenak untuk mengambil jeda, matanya berkaca-kaca, mulutnya bergetar
seolah ada getir yang menjalari dadanya, ”Ini touring terakhir saya,” ujarnya pelan seraya terbata-bata. Lalu
semuanya hening. Kami, khususnya saya, sangat terkejut mendengarnya. Tapi
keputusan itu bukan tanpa sebab. Di belakang itu semua ada alasan yang mesti kami maklumi. Kami mengerti
bahwa tidak lama lagi Beni akan menjadi seorang ayah. Ya, saya doakan semoga
anaknya kelak menjadi anak yang soleh/solehah. Berbakti terahadap orangtua,
berguna bagi bangsa dan agama. Aamiinin, Brayy!
Setelah mendengarkan visi dan
misi dari masing-masing calon ketua, pemilihan pun dilakasanakan dengan vote. Dan yang mendapat suara paliang banyak adalah Benget.
Otomatis, sejak detik itu juga dia resmi menyandang gelar sebagai ketua ARP yang baru. Congrat!
Acara dilanjut dengan Stand Up
Comedy Roasting Battle. Sebuah acara Stand Up Comedy yang isinya adalah bullying terhadap lawannya. Sebatas buat hiburan semata. Pada
prinsipnya, apa pun yang disampaikan selama Roasting Battle ini tidak boleh
diambil hati. Roasting Battle kali ini mempertemukan saya (Kocil-red) dengan
Arfian. Roasting Battle berjalan dengan sangat ramai. Kami berdua sukses
membuat para hadirin tertawa terpingkal-pingkal. Walau pun kalau dilihat dari
data statistik dan isi materi, bisa dikatakan saya kalah telak dari Arfian.
Tapi, ini bukan perkara menang atau kalah, lebih dari itu semua, kami
mandapatkan kepuasan karena turut meramaikan acara.
Acara selanjutnya, pembagian doorprize. Jujur, ini bagian yang paling
malas untuk saya bahas. Kalian tahu kenapa? Karena dua kali ngambil undian saya
dapatnya ZONK! Astaghfirulloh.... :( Ah, sudahlah, bagian ini skip aja yess.
Selesai dengan doorprize, kami istirahat sejenak untuk
menikmati hidangan yang disediakan oleh pemilik villa. Malam ini kami disuguhi
menu ikan bakar, kangkung, sambal, kerupuk dan lain-lain. Tanpa babibu, saya
langsung menyantapnya dengan lahap.
Sekitar jam sembilan, finally, kami sampai di acara penutup,
yaitu pelepasan lampion. Sayang, acara yang ditunggu-tunggu ini gagal total
karena terkendala hal-hal di luar dugaan. Sebagai gantinya, kami mengadakan
pesta masing-masing. Karena saat itu semua acara telah selesai, jadi kami waktu
bebas. Bebas mau ngapain aja,
terserah.
Sebagian berkumpul di teras,
dengerin musik ajeb-ajeb kenceng banget, sebagiannya lagi memilih kongko di
saung tepi pantai.
Tepat pukul 01.00, kami semua
beristirahat di kamar masing-masing dalam rangka saving energy mode untuk persiapan pulang besok pagi.
Oke, sampai sini dulu ya,
guys. Cerita selanjutnya akan saya bahas di ARP GOES TO SAWARNA: CHAPTER 3.
Tentang serunya perjalanan pulang kami menuju Jakarta dan keseruan lainnya yang
kami temui sepanjang perjalanan. Ditunggu ya....
Babayy...